Pidato Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada pertemuan dengan para Bankir Senin kemarin (1/3) di Jakarta mengingatkan akan kejadian bersejarah 44 tahun silam, tepatnya 11 Maret 1966, yang dikenal dengan nama Surat Perintah Sebelas Maret (supersemar), meski alur ceritanya berbeda. Kala itu, Presiden Sokarno mengeluarkan perintah kepada tiga Jenderal untuk melakukan pemulihan keamanan Negara, yang kemudian Supersemar itulah, yang menjadi awal reformasi kepemimpinan menuju Orde Baru.
Pidato SBY yang menegaskan jika dirinya bertanggung jawab atas penyelamatan Bank Century dengan alasan penyelamatan perekonomian, (sepertinya) seirama dengan permainan Soekarno masa lalu. Sukarno masalah kemananan Negara, SBY masalah perekonomian Negara. Bedanya, Sukarno perintahkan pada tiga jenderal militer, sementara SBY meski tidak memberi perintah atau izin, tapi keterlibatan dua orang ‘Jenderal’ ekonomi, yakni Boediono selaku Gubernur BI dan Sri Mulyani selaku Menkeu dipertanggung-jawabkannya.
Boleh jadi, Pak SBY (bakal) mengeluarkan surat perintah serupa dengan mengambil momentum 11 Maret 2010. Hanya tidak bisa diterka apakah benar, akan keluar Supersemar Jilid ke dua?, tetapi catatan perjalanan Presiden SBY dalam menapaki karirnya, kerap menggunakan simbol-simbol penanggalan sebagai langkah pengambilan kebijakannya. Sebut saja salah satu contoh kecil, pendirian Partai Demokrat di tangal 9-9-1999. Kalau saja itu terjadi, pertanyaannya, kepada siapakah Supersemar itu diberikan?
Sekedar menebak, jika saja terjadi rongrongan besar ‘memakzulkan’ SBY dalam posisinya sebagai Kepala Negara yang belakangan ini kerap mendapat tekanan untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden, termasuk tekanan kepada Budiono dan Sri Mulyani untuk mundur dari jabatannya, boleh jadi bakal ada langkah politik strategis SBY dalam menjaga eksistensinya sebagai Kepala Negara dua periode. Salah satunya (mungkin) ‘Supersemar’ itu.
Kembali ke zaman Soekarno, kala itu beliau (konon) banyak di backup oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berhasil berinfiltrasi dalam konsep Nasakom Sukarno, yang kemudian oleh kalangan militer, posisi PKI dinilai sangat membahayakan, karena terlalu banyak merasuki pemikiran Soekarno, dan posisi kabinet saat itu juga dominasi PKI mulai menggurita.
Untuk Pak SBY, posisi Partai Demokrat (maaf, tidak bermaksud menyamakan dengan PKI ala Soekarno) tentu penjadi palang pintu dalam membackup semua kebijakan SBY. Paling anyar sejumlah partai-partai koalisi Pemilu lalu mulai gerah dengan sikap Partai Demokrat ini, lebih-lebih partai-partai oposisi.
Namun yang pasti, pidato Presiden SBY dihadapan para bankir 1 Maret kemarin, lebih bermakna ‘Serangan Umum 1 Maret’ kepada para anggota Pansus Bank Century, yang tujuannya ‘melemahkan syaraf’ kekuatan anggota Pansus, yang boleh jadi hasil rekomendasinya pada hari ini (2 maret) banyak yang menilai bakal melemahkan posisi Pak SBY dalam kempemimpinannya. Atau dengan kata lain, ingin membuktikan pada public bahwa SBY tidak terlibat dalam masalah Century, sama seperti Serangan Umum 1 Maret atau Serangan Fajar, yang dilakukan untuk militer Indonesia kepada Belanda san sekutu kala itu untuk membuktikan kepada Publik dunia, bahwa Indonesia masih ada.
Supersemar ala SBY, memang ditunggu. Apakah menyetujui pemunduran Budiono dan Sri Mulyani dengan momentum 11 Maret? Tapi rakyat Indonesia tidak perlu berandai-andai. Kita tunggu saja apa yang terjadi, semoga ‘kasus’ carut marutnya Century tidak mempengaruhi stabilitas Negara, dan rakyat masih bisa menyebut dirinya memiliki Presiden bernama SBY.
Rakyat pun tak perlu berandai-andai, apakah SBY juga bakal ‘tumbang’, sebagaimana tumbangnya Soekarno pasca mengeluarkan Supersemar. Yang pasti, perandaian rakyat Indonesia, adalah Indonesia bisa lebih sejahtera, dan para pemimpinnya bisa memberi teladan, tidak ingkar dengan visi mensejahterakan rakyatnya. Kita tunggu hasil paripurna DPR hari ini!!. (**)